Ketidakadilan dan kemiskinan akut yang membelit rakyat Indonesia menjadi salah satu faktor yang mendorong negara-negara lain, termasuk Malaysia , bersikap melecehkan.
Kemiskinan yang tak kunjung terselesaikan secara tuntas, salah satunya terkait dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang belum mampu diterapkan pemerintah, meskipun payung hukumnya sudah diterbitkan sejak lima tahun lalu.
Potret ketidakadilan dan kemiskinan tersebut tercermin pula dari rendahnya konsumsi pangan bergizi masyarakat Indonesia dibandingkan negara lain di ASEAN.
Berdasarkan data Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), konsumsi susu di Indonesia hanya 7,3 liter per kapita per tahun, daging hanya 11,9 kg per kapita per tahun, sayur 32,4 kg per kapita per tahun, telur 3,8 kg per kapita per tahun, dan ikan 21,3 kg per kapita per tahun.
Menurut sosiolog UI Imam Prasodjo dari keseluruhan performa, salah satunya masalah gizi buruk yang menjadi bahan pelecehan terhadap kehormatan dan harga diri Indonesia oleh negara lain.
Mulai dari pesawat militer yang rusak dan sering jatuh, kebakaran hutan yang terus terjadi hingga gizi buruk, semuanya membuat negara pada posisi buruk. Pada akhirnya negara tetangga pun menyepelekan RI.
Padahal dibandingkan Malaysia, Indonesia lebih kaya sumber daya alam dan sumber daya manusia. Namun, Indonesia kurang mempromosikan keunggulan tersebut, dan justru tertutup dengan citra negatif.
Pengamat sosial Edi Suharto PhD menyebut bahwa sikap Malaysia yang berkali-kali melecehkan kedaulatan dan martabat bangsa Indonesia, tidak lepas dari kemakmuran yang dialami rakyat negeri jiran itu.
"Malaysia yang merdeka setelah Indonesia, konsisten dengan sistem jaminan sosial untuk masyarakatnya. Dari 1960-an, hal itu sudah mereka lakukan, sehingga kuat sampai sekarang," kata Edi Suharto, dosen Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung.
Salah satu bukti kuatnya jaminan sosial di Malaysia ditunjukkan saat krisis keuangan regional melanda pada 1997. Tidak seperti Indonesia, Malaysia berani menolak bantuan IMF (Dana Moneter Internasional) . ''Rahasianya ada pada dana cadangan jaminan sosial yang besar," tutur Edi.
Menurut dia, sistem jaminan sosial seperti Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang berlaku di Indonesia saat ini harus diubah. Karena, program itu seperti orang menabung uangnya di bawah bantal.
Misalnya alokasi tahun ini Rp 6 miliar. Dana itu baru akan keluar kalau sudah ada klaim. Kalau ditaruh di bank, itu bisa terakumulasi sehingga ada selisih dari yang klaim dan yang tidak. ''Itu yang dilakukan Malaysia, sehingga dananya banyak," paparnya.
Kondisi Indonesia yang belum makmur, menurutnya dimanfaatkan Malaysia untuk bertindak sewenang-wenang. "Kita dihina oleh mereka (Malaysia ). Mulai dari Ambalat, klaim budaya, TKI, dan masih banyak lagi. Habis sudah harga diri kita kalau tidak makmur," tandasnya.
Imam Prasodjo mengkritik pemerintah yang dianggap tidak serius mencegah dan menanggulangi kelaparan dan gizi buruk. "Kita sebenarnya punya banyak potensi. Ada Institut Pertanian Bogor, ada Departemen Pertanian, ada Departemen Kesehatan dan sejumlah instansi atau lembaga lainnya. Tetapi, semua tersekat-sekat tanpa koordinasi yang baik," jelasnya.
Kemiskinan dan gizi buruk yang terjadi, tidak akan mengerdilkan Indonesia di mata dunia kalau tidak dibawa ke ranah politik. Tapi yang diperlukan hanyalah klarifikasi dan pertanggungjawaban pemerintah. Isu ini tidak akan berkembang dan tidak pula bias kalau dua hal tersebut sudah dilakukan pemerintah.
Sumber : Inilah.com
0 komentar:
Post a Comment